"Sengaja mengalah bukan berarti kalah Nad. Bagi mereka, akan lebih menyakitkan melihat orang yang dicintai menderita daripada menikmati kebahagiaan diri sendiri." Tatapan laki-laki itu berubah sendu. Menyadari, betapa susahnya menjangkau seseorang yang raganya begitu dekat, tetapi begitu jauh untuk hatinya. "Cinta seperti apa yang selalu menorehkan luka, Lang? Bertahan untuk mencintai hanya sebagai ajang uji coba untuk ketahanan diri? Jatuh cinta nggak sebodoh itu, Lang." Begitu tegas, perempuan itu berucap seakan memberikan peringatan keras untuk Gilang yang nampak kikuk di depannya. "Setidaknya, gue berusaha untuk selalu mendengarkan apa yang diperintahkan hati gue Nad. Meskipun seringkali logika untuk menolak, yang penting hati gue nggak tersakiti." Ucapnya memelas, dengan nafas yang begitu berat. Mencintai seorang Nadia Claudia dengan diam, sungguh sangat menyiksa dirinya sendiri. Meskipun, ada sosok Natasya Rizki yang selalu mengisi hari-harinya. Seseorang yang juga ia perjuangkan cintanya seperti Nadia, tetapi dalam bentuk nyata. Hening. Tak ada lagi kata yang bisa Nadia lontarkan untuk menjawab pertikaian antara dirinya dan Gilang. Menjawab sesuatu yang berurusan dengan perasaan. Sesuatu yang juga memporakporandakan hatinya, dengan seseorang yang selalu menggetarkan jiwa dan raganya, Gilang Putra Aditya.