Ini kisah tentang rasa yang tak kunjung mendapat balasan. Rasa yang tetap bertahan, meski luka menghiasi segalanya. Rasa yang mati-matian berdiri tegap, meski sudah retak separuh. Rasa yang akhirnya terpendam, mengendap dan membekas menyisakan sesak.
Ini kisah Alina yang perasaannya tak akan permah terbalas, dan harus menghadapi banyak kenyataan menyakitkan yang perlahan membuat gadis itu rapuh.
----------------------------------------------------------------------------------
"Jadi, lo suka sama gue?"
Alina mengangguk samar, ekspresinya terlihat takut dan gelisah. Nafasnya tersendat, tapi Devan tak menyadari hal itu.
Yang Alina tahu, terdengar helaan nafas panjang di sana.
"Lo tau kan, gue pacaran sama Linda?"
"Tapi, Linda ga pernah ngaku."
"Lo percaya?"
Alina mengangguk,
"Dia masih malu buat ngakuin."
Kepala Alina mendadak pening, padahal tujuannya hanya untuk mengungkapkan perasaannya, tak lebih. Tapi dia malah dapat penolakan walaupun secara tak langsung diutarakan oleh Devan.
"Gue.. cuma mau ngungkapin Dev, ga lebih. Jadi gue mohon, gausah nambah beban sakit hati gue."
"Ya gue juga cuma mau bilang kalo gue pacaran sama Linda. Lagian, walaupun gue lagi ga pacaran, kemungkinan besar gue ga akan nerima lo. Lo terlalu ngeselin buat jadi pacar gue. Lo kurang cantik."