Senja?
Apakah kau
menyukainya?
Tentu.
Jika harus
memillih, senja
atau fajar?
Kamu hehe.
Arsenio Jaka Pramudya, terlalu rumit. Singkat saja, aku memanggilnya Senja. Dialah Senjaku, yang selalu memanjakan mataku, membuatku kagum akan keindahannya, membuatku merasakan kenyamanan atas kehadirannya. Rasanya tak afdol jika hariku tidak ditemani oleh sang senja dan akhir-akhir ini, senjaku benar-benar menghilang. Faktor penyebabnya masih menjadi misteri, cuaca akhir-akhir ini cukup cerah. Bukankah itu memungkinkan senja untuk hadir? Kurasa tidak dengannya. Dia telah memutuskan untuk pergi dan kurasa dia telah menemukan tempat dimana dia bisa dengan tenang memancarkan sinarnya. Sinar jingga yang menjadi kesukaanku, dulu.
Aku hanya seorang penikmatmu, senja. Untuk memilikimu? Aku cukup tahu diri. Kau terlalu dingin, kau beku layaknya benua antartika. Aku mencoba mencairkan hatimu lewat hangatnya sinar mentari yang kau pancarkan, namun selalu gagal. Aku tidak peduli akan hal itu, aku tetap menyukaimu. Bahkan akan sikapmu yang seperti antartika itu, semakin ku mendekat semakin kau dingin. Sekali lagi aku tegaskan aku tidak peduli, aku cukup tahu diri.
Satu hal yang membuatku terheran denganmu. Kau hangat ketika aku menjauh dan kau dingin ketika aku mendekat. Apa maumu? Maaf, jika harus menjauh darimu aku tidak bisa.
-sangpenikmatsenja-