[status: on hold sampai waktu yang tidak ditentukan] (bagian pertama dari semesta ambawani) Dian tidak suka belajar. Dia tidak suka dipaksa duduk diam selama berwaktu-waktu, mendengarkan guru berbicara di depan kelas. Kalau bisa, dia enggan sekolah. Sekolah tidak menyenangkan, terutama jika sekolahnya seketat SMP Ambawani. Dia berangkat sekolah setiap hari karena Aa meyakinkannya terus-menerus untuk bertahan; meski di kelas, ia tertidur dan menyendiri saat waktu senggang. Dian tidak suka ikut bimbel. Namun yang Ibu lakukan adalah memaksanya masuk bimbel. Demi persiapan UNBK, katanya. Padahal saat SD, ia berhasil lulus juga tanpa bimbel, dengan nilai pas. Dian tidak mau jadi peneliti atau apapun yang berhubungan dengan IPA atau Matematika, jadi kalau nilainya kepala 4 harusnya Ibu tidak protes. Bimbel itu dan dunia sekitarnya bukan milik Dian. Rumah Oki adalah tempat untuk anak-anak yang tahu mau masuk SMA mana, kuliah jurusan apa, dan mengejar cita-citanya. Dian tidak punya semuanya. Tetapi, melihat Hagi yang matanya cerah saat berkutat dengan tumpukan soal olimpiade, hal pelik yang ia rela lakukan karena ia suka; melihat Hagi tertawa dikelilingi adik kelas yang memandangnya sebagai kakak-ketemu-gede, Dian juga mau. Dian ingin tahu rasanya menjalani hal yang ia suka. Yang ia cintai. Bukan yang Ibu cintai. Dian ingin tahu, rasanya punya teman. Yang tertawa dan menangis bersamanya. Anak perempuan itu sungguh ingin tahu.