Berbicara harapan tentunya sungguh menyenangkan walau bersifat terkadang. Tersenyum untuk bahagia, tersenyum untuk duka dan tersenyum untuk yang lainnya. Polemik masa depan mirip dengan mempermasalahkan bayangan 3 dimensi, kita menyusun rencana agar langkah selanjutnya tidak terlalu terarah sesuai takdir tapi terarah sesuai nafsu kita. Kata takdir cukup menarik untuk dibedah karena ada beberapa pendapat perihal takdir dan salahsatu kalimatnya "takdir itu tidak ada tapi bagaimana hidup kita". Kalimat tadi bukan untuk disepakati melainkan harus dipelajari apakah takdir itu sudah pasti atau kepastian bisa dikategorikan ke dalam makna takdir. Ada kepala yang berbicara saya bukan filsuf saya hanya mencoba berbicara seperti filsuf, untuk apa berfilsafat? jawabannya tak perlu rangkaian kata yang rumit, cukup jawab untuk belajar. Kenapa kita harus belajar? karena kita manusia, kenapa manusia harus belajar? karena manusia hidup? kenapa manusia hidup dan harus belajar? karena hidup itu pelajaran untuk dipelajari? kenapa harus belajar dan mempelajari? karena dari belajar dan mempelajari kita bisa bertahan hidup, kenapa harus belajar untuk bertahan hidup jika sudah ada takdir yang sudah pasti terjadi? semua pertanyaan tadi tidak akan selesai jika berangkat dari ingin menjatuhkan dan mengalahkan. Pertanyaan sejatinya bukan untuk dijawab tapi dipelajari untuk menjawabnya. Ada juga yang meragukan keberadaan tuhan dan figur (tuhan) digantikan dengan subjek atau objek sesuai dengan keyakinan, jika semua yang tersedia di alam semesta dirasa kurang cukup untuk meyakini adanya tuhan, coba jelaskan makhluk seperti apa yang mampu membuat gunung, nyamuk, antariksa dan hal luar biasa lainnya? jika menuntut tuhan harus terlihat oleh mata, bagaimana dengan orang tuna netra? kenali diri sendiri maka kita akan mengerti kenapa tuhan itu abadi. Sederhananya, jangan terlalu sibuk menyombongkan diri tapi bersembunyi di balik kelemahan sendiri dan bantu saya menemukan huruf alfabet setelah huruf Z.All Rights Reserved
1 part