Bumi dan Bulan

Dia adalah Bumiku, aku tidak bisa mengibaratkan Bumiku dengan apapun karena dia berbeda. Ini bukan sepenggal cerita tentang duniaku tapi tentang Bumiku, seseorang yang telah mencuri hatiku. Bumiku orang yang sangat manis bahkan menurutku gula saja kalah. Dia bukan seseorang yang kalian bayangkan dia tidak tinggi seperti pemain basket, bahkan dia memiliki kumis tipis tapi itu yang membuat dia terlihat tampan, bukan hanya kataku orang lain juga bilang begitu. Kulit Bumi putih bahkan aku tak seputih itu. Aku menyukainya hampir semua yang ada padanya, hanya saja dia perokok. Bumi tidak pernah menyayangi tubuhnya.

"Bumi kenapa rokok? Kan berbahaya nanti kalau kamu sakit gimana?"
"Yang penting tidak narkoba. Kalau sakit kan ada rumah sakit"
"Ihh. Kamu ya! Tidak sayang sama tubuhmu?"
"Aku hanya sayang kamu"
"Bumi! Jangan menggodaku"
"Aku hanya jujur"

Siapa yang tidak gemas mendengar jawaban Bumiku? Aku saja ingin sekali membunuhnya jika aku bisa. Tapi kalian tahu itu hanya dulu saat Bumiku masih disampingku, kalian ingin tahu dimana Bumiku? Aku juga ingin tahu dimana Bumiku sekarang. Entahlah, sejak saat itu Bumiku seakan lenyap dari hidupku dan aku masih setia menunggunya. Tolong jangan anggap aku bodoh karena aku sudah tahu.

"Sampai kapan kamu kayak gini?"
"Sampai waktu menjawabnya"
"Iya, tapi kapan?"
"Kapan ya? Aku juga enggak tau"

Bahkan sahabatku saja geram yang melihatku tetap menunggu sebuah ketidak pastian. Aku pernah ingin menyerah karena mereka mengatakan jika kepergian Bumi adalah jawaban dari Sang waktu. Apakah Bumi sudah tidak membutuhkan cahayanya lagi? Ataukah Bumi memiliki cahaya baru? Mungkin juga Bumi ingin tenggelam dalam kegelapan.

Aku tidak ingin menceritakan keluh kesahku kepada kalian. Aku hanya ingin menjawab rasa penasaran kalian tentang awal kisahku dan Bumi. Awal janji cinta dan kata-kata manis itu ada.