Pernikahannya dengan Yulia saat itu tidak bertahan lama. Mungkin karena saat menikah dengan Yulia, baik Wawan maupun Yulia masih sama-sama muda, belum genap dua puluh tahun.
Namun karena saat itu Wawan demikian jatuh cinta kepada Yulia, akhirnya dia berani melamar dan menikah dengan perempuan itu walaupun kedua orangtua masing-masing pada awalnya tidak setuju karena usia mereka yang masih sangat belia. Namun saat itu akhirnya Wawan mampu meyakinkan kedua orangtuanya dan orangtua Yulia, bahwa dia berjanji akan membahagiakan Yulia.
Mungkin karena masih terlalu muda dan belum mendapatkan pekerjaan yang tetap, di usia pernikahan yang ke lima, Wawan dan Yulia pun akhirnya resmi bercerai. Seperti pada umumnya, Yulia lah yang pertama kali meminta cerai kepada Wawan karena tak tahan hidup dalam kekurangan materi. Sedangkan mereka sudah punya dua anak saat itu. Keadaan Wawan yang saat itu masih kerja serabutan, pada akhirnya tidak bisa diterima oleh Yulia.
Setelah mereka bercerai, mereka membuat kesepakatan hak asuh anak dua-duanya jatuh ke tangan Wawan. Ya. Saat Wawan menawarkan hak asuh anak kepada Yulia, dengan tegas dan cepat Yulia menolak. Dia sama sekali tidak mau mengurus Habibi dan Elmeira yang dua-duanya sudah dikandungnya selama sembilan bulan. Menurut Yulia saat itu, dia masih ingin menikmati hidup dan masa mudanya yang sudah terlepas belum waktunya.
Janji yang diucapkan Wawan saat mereka pacaran, rupanya tidak bisa ditepati. Yulia kecewa. Yulia marah. Lima tahun dia bersabar, menunggu Wawan punya pekerjaan yang benar dan tetap.
Namun pada akhirnya Yulia tidak sabar untuk menunggu. Dia tidak kuat hidup dalam kemiskinan, terlebih harus mengurus dua anak yang masih kecil-kecil saat itu.
Apa yang terjadi selanjutnya ya vote terus ya :)
"Saya mulai dengan perkenalan. Nama saya Aryudha Fikram, saya disini akan menggantikan bapak Santoso dalam mengajar mata pelajaran metodologi penelitian kesehatan" Mereka hanya mengangguk mengiyakan. "Sebelum saya mulai pembelajaran, saya mau tanya ketua kelas disini siapa?"
"Herry pak" jawab mereka.
"Tolong maju ya"
"Herry tidak masuk pak, orang tuanya meninggal" setidaknya itulah yang saya dengar. Seorang mahasiswa melangkah maju meletakan surat diatas meja. "Ini surat izinnya pak" Saya membaca surat itu sesaat dan kembali meletakkannya diatas meja.
"Sekertaris nya siapa?"
"Ocha pak..."
"Ocha Salsa Nabila pak"
"Orangnya ada?"
"Saya pak" seorang wanita dengan jilbab berwarna merah muda mengangkat tangan hingga mengalihkan perhatian saya.
Saya kira lembaran-lembaran dari masa lalu akan tetap berada dibelakang tapi nyatanya wanita itu berada didepan sana melihat kearah saya. Saya terpaku tidak bisa bicara saat melihat wajahnya. Kedua matanya menatap kearah saya beberapa saat sebelum akhirnya menunduk.
"Dia sekertaris kelas pak" seseorang menyadarkan saya.
"Tolong maju kedepan ya"
Dia berjalan kearah saya. Sedikit tersenyum dan mengangguk segan saat berada tepat didepan saya. Dia begitu sopan namun saya malah merasa ketakutan.
Saya dilanda perasaan yang buruk. Jantung saya berdetak lebih cepat saat dia berdiri didekat meja dan mulai membacakan berurutan peraturan dengan bantuan mic.
Mengalihkan perhatian dari suaranya, saya membuka absensi untuk membaca nama-nama yang ada. Jelas tertulis di sana tidak ada nama yang ada dipikiran saya, yang ada hanya nama yang disebutkan mahasiswa/i tadi.
Ocha Salsa Nabila.
🌹🌹