membiasakan diri menjalani hidup tanpa ada kamu, tanpa ada kata kita didalamnya.
cukup sulit memang awalnya, apalagi disaat melihatmu menemukan penggantiku.
sakit memang, saat mengetahui penggantiku adalah seseorang yang dekat denganku.
tidak cukupkah luka yang kamu torehkan dihatiku ini, apa masih kurang? sehingga kamu melakukan semua itu untuk menyakitiku dengan begitu dalamnya?
tapi aku tidak boleh egois bukan? jika memang bersamanya kamu menemukan kebahagiaanmu aku bisa apa? menangis? untuk apa, seharusnya aku senang bukan, melihatmu bahagia walau bukan lagi aku yang menjadi alasanmu bahagia.
dan terimakasih kamu pernah singgah dihatiku, menjadi penguasa hati dengan membangun tembok-tembok raksasa berupa kenangan, yang mungkin menyulitkan orang lain yang ingin singgah didalamnya.