Bagi sosok Renjana Kalila Pratista, menulis bukan sekedar hobbynya. Tapi suara yang tidak bisa ia teriaki, kepada siapapun tanpa ampun. Jika dulu, ia hanya mempunyai kriteria pasangan yang sebagaimana mestinya. Namun, pada awal yang baru ini Jana-- panggilannya, bukan hanya mencari yang semestinya. Ia ingin menemukan sosok yang menjadi telinga kedua baginya, yang memahami diksinya, memperbaiki bukan menghardik apalagi sekedar membaca. Karena kali ini, Jana sadar. Ia butuh bukan hanya untuk sandaran, bukan hanya yang menerimanya apa adanya, tapi yang mau mencintai karya-karyanya dan menemani Jana dalam menyelami para hobbynya.
Tepat di waktu yang bergulir lampau, Jana belum memahami kemauan hatinya itu. Yang ia cari, hanya sosok pengalihan yang dapat membuat ia lupa akan satu kenangan. Satu-satunya terkasih yang ia anggap, Alterio Manggala.
Tanpa sadar, bukan hanya menyakiti atau meninggalkan. Tapi membuat Jana menumbuhkan sosok-sosok kenangan yang bernama ingatan.
Atau, semua itu kutukan? Seperti yang diungkapkan salah satu sahabatnya, Aretina Madaharsa. Bahkan mungkin, seluruh sahabatnya mengakui kutukan tersebut. Karena grup yang mereka namai menjadi doa?