"Sst!", katanya sambil mencubit pipi gue. Gue cuma bisa diam aja dan sibuk baca catatan kuliah. "Mau kuis ya?" "Kok ga jawab sih?" "Assalamu'alaikum?" "Waalaikumsalam" "Gitu dong jawab", sekali lagi dia cubit pipi gue. "Belom kelar ngambeknya?" Gue ngelirik dikit , "Gue ngga ngambek. Lg belajar". "Yang belajar otaknya?", gue mengangguk. "Yang baca matanya?", gue mengangguk lagi. Diam-diam dia ambil tangan gue dan nyelipin jarinya ke celah-celah jemari gue. "Tangannya engga kan? Jangan narik!", katanya begitu gue mencoba narik tangan gue dari genggaman dia. Gue gak protes. Icak masih sibuk mainin tangan gue dengan bermacam-macam cara. Nekuk-nekuk jari, ngajakin jari gue ngobrol, sampai hampir dimasukkan ke lubang hidungnya. "Jangan gitu dong", protes gue kesal sambil menarik tangan. "Iya iya iya iya hehe ampun ", Icak segera mengambil tangan gue lagi lalu, dia menciumnya. "Cak. Jangan dong" "Gapapa kan dicium doang ga dimakan", jawabnya sambil mencium punggung tangan guesekali lagi. "Gamau ah, Cak. Malu" "Kan pake baju" "Bukan gitu, banyak orang di kantin malu" "Biarin. Gue ga malu", sekali lagi Icak mendaratkan ciuman kecil ke punggung tangan gue. Gue cuma bisa menggeleng heran. Gue heran kenapa gue punya pacar seperti Icak. Sebentar, tadi itu penyesalan atau bentuk rasa bersyukur?