Catta pun memaksakan badannya untuk bergerak mengikuti kehendaknya. Ia turun dari bangsal kecil itu dan berjalan mendekati cermin besar di ruangan tersebut. Ia menatap wajahnya lekat-lekat kemudian mengerutkan wajahnya yang pucat. Tangan kanannya kini kembali bergerak menyentuh jidatnya dan sekarang ia memperlihatkan tatapan sayu. Tanpa ia sadari bulir air mata kini mulai menetesi wajahnya yang cantik. Tanpa ia kehendaki, tanpa ia minta, dan tanpa ia mau lukisan berbentuk bintang berwarna hijau telah terukir di jidat luasnya. Ternyata semuanya nyata, bukan hanya sekedar mimpi. Kehancuran itu benar terjadi.