JENGGALA

Bayangkan saja seorang yang hidupnya bagaikan bunga mawar hitam yang tumbuh alami hanya di satu tempat, di kedalaman hutan yang jauh dan dingin. Berlindung dengan duri-duri di tubuhnya.
Kemudian ia berharap, menjadi sebuah dandelion yang tumbuh di tempat bebas terbuka, dan terbang kemana pun angin bertiup. Menjelajah udara yang tak hanya dingin dan beku. Setidaknya ia telah berkelana menikmati dunia belahan lain, sebelum akhirnya menghilang dan menjadi debu.
Dia ingin menjadi anonim. Melangkah tanpa membawa serta nama dan marganya. Siapa menyangka bahwa jelas, setiap nama dan identitas adalah beban untuk setiap penyandangnya.
Tidakkah semua orang akan menilaimu dari silsilah keluargamu, asalmu, dan semua yang tak cukup berhenti sampai titik tertentu. Tak sedikit juga yang selalu mendiktemu dari apa yang orang ekspektasikan tentangmu. Bukankah jati dirimu lah yang berhak menentukan jalan hidupmu. Silih berganti manusia menaruh beban-beban tak kasat mata di kepalamu, tak hanya mereka yang terdekat, yang hanya bertemu sesekali saja banyak menumpuk hal-hal yang jauh dari keinginanmu.
Diana, menghabiskan seluruh hidupnya di kedalaman jenggala jiwanya. Ia hanya berputar-putar di dalamnya, seolah terjebak dalam sebuah labirin tak berujung. Diana, begitu orang-orang menyebutnya gadis tak terjamah, dengan ribuan duri disekujur tubuhnya, yang siap melukai siapa saja yang mencoba memetiknya. Sangat menawan sekaligus mematikan.