Viona yang tadinya tertawa-tawa, kini diam seribu bahasa sambil memegangi pipinya yang kena tamparam Zarsel. "Itu buat loe yang tadi namparin gue pake buku" ucap Zarsel. Viona hendak memukul Zarsel. Namun, tanganya kembali di cekal dengan kasar oleh Zarsel dan dihempaskanya. "Mau apa loe? Mau balik pukul gue?Hello mikir donk loe! Tadi loe pikir gue gak dengerin ucapan loe yang ngatain gue congean kan? Bukanya loe yah yang lebih congean dari gue? Kalo loe gak di respon yaudah terima aja jangan maksa orang buat bales omongan loe, eittss tadi juga loe nuduh-nuduh gue ngambil pulpen loe kan? Emang loe punya buktinya hah? Nggak kan? Jadi siapa yang lebih goblok main nuduh-nuduh orang tanpa bukti?" "Za-?"..."Diem! Gue lagi ngomong sama dia, bukan sama loe" ucap Zarsel memotong ucapan Fines, yang hendak menyudahi pertengkaran nya. "Tapi gue yakin kalo loe yang nyuri pulpen gue" teriak Viona. "Dapat keyakinan dari mana loe nuduh gue se'enak lutut loe yang dengkul?" tanya Zarsel. "Y-ya gue yakin aja, secara kan loe miskin bukan?" tebak Viona. Dan teman-teman yang menyaksikan juga ikut menertawakan. Zarsel hanya tersenyum smirk😏 "Gak kebalik?" tanya Zarsel. Kelas menjadi hening kembali menyudahi tawanya. Viona mengerenyitkan dahinya bingung dan tak mengerti apa maksud dari ucapan Zarsel. "Ya nggak donk, Viona itu orang kaya, punya mobil, terus banyak duitnya...iya kan Vi??" ucap Tasya, sahabat Viona. "I-iyaa" jawab Viona. Wajahnya menjadi tegang dan pucat. Viona takut kalau ternyata Zarsel mengetahui yang sebenarnya. Melihat perubahan mimik mukanya Viona, Zarsel tersenyum. "Terus kalo dia orang kaya, kenapa pulpen yang harganya nggak seberapa aja sampe di cariin? Bukanya beli lagi?" tanya Zarsel. Teman-teman Viona terdiam memikirkan perkataan Zarsel yang ternyata juga ada benarnya. Viona pun kaku untuk berbicara tapi, ia mencoba menjawab agar tidak terlihat lemah dan kalah di hadapan mereka.