Kalbu, perasaan batin.
Deretan kata yang tanpa sengaja sesekali singgah di dalam benak. Menjadi tamu yang tak ingin dijamu. Inginnya, hanya dituangkan dalam dimensi yang nyata, tatkala sulit dipahami selagi sang tamu masih berwujud abstrak.
Bukan sesuatu yang penting, hanya beberapa tulisan singkat nan konyol yang hanya mampu membuat kamu yang (mungkin) akan membaca nya, tertawa renyah atau menganggap nya terlalu rendahan.
Sebelum menertawakan lebih dalam lagi, tolong beralih mencari tulisan yang jauh lebih hebat dibanding ini.
Bongkahan demi bongkahan kata yang kian memenuhi benak ini, hanya ingin dileburkan saja, bukan untuk dicaci.
Barangkali, alam memang yang paling benar, tidak ada yang sempurna selain Sang Pencipta. Sebuah kewajaran jika kemampuanku hanya sebatas mata kaki saja, atau bahkan belum menyentuh jari kelingking sama sekali, kala milik orang lain sudah setinggi langit.
Tapi, milikku ya milikku, milik mereka ya mereka, kurasa tak perlu membandingkan milikku dengan milik orang lain. Percaya bahwa segala hal di mulai dari titik awal, dan orang lain pun begitu. Maka, aku juga sedang memulai titik awalku. Entah apa yang akan jadi hasil akhirnya nanti. Jika bersedia, maukah kamu menjadi teman untuk menunggu dan melihat akhirnya bersama - sama denganku?
-SELAMAT MEMBACA
Gween Calista, harus rela mengorbankan kehormatannya demi biaya pengobatan Geisya Putri, sang adik yang terbaring koma di rumah sakit.
Perempuan itu menerima tawaran dari sang Mami yang mengatakan bahwa pria yang membelinya ini adalah seorang impoten, dan beberapa kali menyewa jasa anak-anak Mami Flo untuk percobaan.
Apakah Gween akan berakhir sama dengan wanita-wanita lain yang dibeli Jero Axford? Gween berharap begitu, tapi nyatanya tidak.
Belum lagi fakta hubungan antara Geisya dan pria itu di masa lalu membuat Gween harus memukul mundur perasaannya yang mulai tak tahu diri menjatuhkan hati.