Pada akhirnya, takdir yang menuntun Elisha bertemu dengan cinta sejati; perisai pelindungnya. Perisai yang melindungi dirinya dari kemampuan yang dimiliki. Bertemu Naya si arwah gadis menyedihkan, ternyata adalah perantara bagi Tuhan untuk menuntun jalannya menemukan perisai pelindungnya. Sekuat tenaga ia kerahkan, agar benar-benar bisa menyelesaikan urusan Naya yang belum terselesaikan.
Elisha awalnya enggan membantu. Tapi karena mendengar Naya yang selalu merengek padanya, serta desakan Zaidan tunangan si arwah gadis itu, akhirnya ia pun bersedia membantu. Pikirannya menolak, tapi mungkin Tuhan mengetuk hatinya agar luluh dengan rengek kan arwah gadis tersebut.
Sampai akhirnya ia menyadari, bahwa Zaidan adalah perisai pelindungnya, cinta sejatinya. Dialah takdir cinta Elisha, yang mampu menghilangkan kemampuannya melihat para arwah penasaran.
"Terima kasih sudah membantu Naya tunanganku, dan mau menggantikan posisinya menjadi pemilikku. Kautelah menyelamatkan semuanya, dan sekarang kau kehilangan kemampuanmu. Apa aku masih bisa menjadi perisai pelindungmu sampai akhir nanti, Elisha?"
"Tentu saja. Takdir tidak mengizinkan kita berpisah, begitu pun Naya. Kautetap perisai pelindungku, sampai kapan pun. Sampai kita menua dan keriput bersama, bahkan sampai kita menuju keabadian bersama, dan bertemu Naya di sana. Kita akan tetap bersama. Kau akan tetap menjadi perisaiku, melindungiku."
"Aku mencintaimu, Elisha Farhana."
"Aku juga mencintaimu, Zaidan Pradipta."
Menikah dengan ayahnya sendiri?
Jika ada keluarga yang paling gila, itu adalah keluarga Anathama, keluarga dengan peraturan dan tradisi tak masuk akal, harus menikah dengan yang sedarah, yang sayangnya dianggap normal bagi Anathama.
Cinta bukan pilihan, tapi takdir yang harus diterima. Dalam tradisi kelam ini, seorang cucu harus memilih antara melawan takdir atau terjerat dalam permainan keluarga yang mematikan.
Selayaknya permainan dadu, setiap putaran yang acak seakan memiliki pilihan yang sama, yang tanpa sadar merenggut kebebasan Samantha, yang dipaksa menikah dengan ayah kandungnya.
Anathama tak pernah sudi jika darahnya ditoreh darah dari keluarga lain, sekalipun keluarga itu bangsawan kelas atas.
Apakah Anathama bisa dihancurkan?
Apakah tradisi gila yang turun temurun itu bisa dilengserkan?