Waktu terus bergulir, kenangan masih terukir, tahun silih berganti, ingatan tentangnya kian tersingkir. Tahun ke tahun, keinginan Syafna untuk segera melupakan rasa sakitnya akan harapan yang ia bangun sendiri ternyata tak semudah itu. Diam-diam ia masih mencari tahu, sekian lama tetap begitu. Tidak ada perubahan yang terjadi, perlahan-lahan kini ia mulai menyadari. "Yang pergi, ketika kembali takkan sama lagi". Celetuk Tari sahabatnya yang seketika membangunkan lamunan Syafna sedari tadi. Aku mengangkat kepala malas sambil menoleh kebelakang, melihat siapa yang berbicara. Kemudian melanjutkan lamunan dengan kedua tangan terlipat diatas meja untuk menopang daguku kembali. Sambil berkata, "Lalu, aku salah berharap?" dengan wajah yang masih menatap jendela tanpa menoleh lagi. "Hm.. tidak ada yang salah ketika kamu berharap na, tapi..." Dila menimpali. Karena takut perkataan Tari sebelumnya menyakitinya. Sehingga Dila yang diam di tengah obrolan mulai angkat bicara. Melirik sebentar, dan kembali menatap jendela, "Tapi apa, Dil?". Entah kenapa, aku masih saja betah berlama-lama menatap jendela dengan posisi duduk yang tak berubah. Melihat jalan dengan keramaian kendaraan dan orang yang berlalu lalang, tetapi tidak dengan keadaan hatiku yang mungkin setengah hilang. Aku berharap saat ini dan seterusnya bisa bangkit kembali dengan hati yang lapang.All Rights Reserved
1 part