Kini Kinara, Vian dan Gray sampai di rumahnya. Orang tua mereka menyambut hangat, apalagi orang tua mereka sudah sangat merindukan anak bungsu laki - lakinya itu. Mungkin sekitar 5 tahun Gray tidak balik ke Indonesia. Dirinya sangat sibuk sekali mengejar gelar - gelar yang lebih tinggi. Bahkan untuk berpacaran saja dirinya tidak terpikirkan.
"Mama sangat merindukanmu, nak!" Seru Mama Nila, ia langsung saja memeluk anaknya itu sangat erat. Bahkan air mata sudah berlinang di pelupuk matanya.
"Akhirnya kamu pulang, nak!" Ucap Ayahnya yang bernama Aldi, ia menepuk pundak Gray beberapa kali saat Gray masih di dekap oleh ibunya.
Gray melepaskan pelukan mamanya.
"Iya Pa, Gray pulang. Gray bener - bener kangen dengan kalian semua di rumah ini. Kecuali seseorang yang baru Gray kenal" Gray selalu begitu, selalu to the point dengan ucapannya. Semua melirik Kinara, dan yang di lirik pun bingung. Kinara menunjuk dirinya dengan wajah bingung.
"Yaudah sih Kinara juga tidak butuh kangen dari kamu" Kinara sudah menebak dari awal jika sikap Gray itu terlihat ketus dan dingin. Jadi, Kinara tidak ambil pusing dengan hal itu.
"Nara ke kamar dulu ya..." Lanjutnya. Ia merasa tidak di butuhkan disitu. Mending dia pergi saja ke kamar dan tidur, ntah mengapa badannya sedikit tidak enak. Kinara langsung saja melesat berlari menaiki anak tangga tanpa menunggu jawaban dari mereka.
Yoel selalu merasa iri akan kehidupan Karin yang terlihat bahagia. Tetangganya itu memiliki keluarga yang harmonis, kekayaan yang melimpah, pertemanan yang luas dan kisah cinta yang nyaris membuat semua orang merasa cemburu.
Entah kenapa Yoel membenci Karin, membenci saat perempuan itu menatap iba kepadanya karena hampir setiap hari ia keluar dengan wajah sayu dan luka lebam dikedua pipinya.
Segala kedengkian membutakan pandangan Yoel, saat takdir memberi ia kesempatan untuk berbuat jahat, Yoel menuruti semuanya demi kepuasan tersendiri. Menyeret Karin kedalam jurang nestapa hingga perempuan itu hancur karena apa yang ia perbuat.