Pernahkah merasakan ketika sebuah kecewa datang, lalu kau menutup pintu hati begitu rapat agar kau bisa menyembuhkan luka itu dengan caramu sendiri? Setelah itu dirinya mengetuk pintu dengan halus, membersihkan sirpihan luka yang berserakan tak tentu arah, dan kau membiarkan dirinya membantu menyembuhkan luka itu. Seiring berjalannya waktu, luka mulai rapi, hampir mengering, namun beberapa saat kau hancurkan kembali luka itu tambah parah sampai lubuk hati terdalam. Kau pergi tanpa pamit dan meninggalkan bekas luka yang aku sembuhkan dengan caraku sendiri. Sepintar-pintarnya menyembuhkan sebuah luka yang teramat perih, ia akan tetap meninggalkan bekas. Kini aku paham mengapa seseorang pergi dengan tiba-tiba. Kemungkinan ia merasakan kecewa dan yang kedua menemukan wanita jauh lebih baik. Bukankah adil?