"Ra... kapankah kau memberi keputusan? tidakkah waktu dua bulan ini sudah cukup untukmu, jika iya segeralah berkabar untuknya!"
Raiya menghela nafas panjang, bukanlah sesuatu yang mudah, memberi jawaban adalah hal yang perlu ia pikirkan matang-matang, bilamana tidak bisa maka perkataan itu harus ia sampaikan dengan cara yang baik- baik agar tak melukai siapapun.
"Ra.. tolong ra balas pesanku, jangan hanya diread!"
Anna, sahabatnya.
dia terus menunggu kabar darinya, berharap keputusan Raiya jatuh pada lelaki yang Anna maksud.
"Saya hanya ingin melihatmu bahagia Ra, aku sudah lama mengenalmu, begitupun dengan kak Ilham, saya yakin dialah sosok imam yang baik. oh iya Ra, bulan depan dia sudah kembali ke Indonesia, dan jawaban darimu adalah sesuatu hal besar yang dia harapkan jauh sebelum ia menyelesaikan studi magisternya. Saya mengerti apa yang kamu rasakan sekarang, sampai kapan Ra... sampai kapan... kamu akan menunggunya, sementara dia tidak pernah menyatakan niatnya, hanya saja kalian dekat tapi tak ada sesuatu sampai saat ini yang dia katakan, bukankah ini sesuatu yang tidak jelas. maaf Ra, coba tanyakan pada hatimu lagi, bukankah engkau telah belajar banyak."
pesan terkirim...
pada wattshap, Raiya terlihat sedang mengetik, besar harapan Anna kepada Raiya
"tapi, Hatiku belum sepenuhnya mengiyakan an."
"Terus sampai kapan Ra, sampai bertahun- tahun kau masih ingin menunggunya? iya? ataukah khawatirmu kepada kak Ilham, kekhawatiranmu karena belum mengenalnya lebih jauh? takut jika keluarga kak Ilham tak memberi restu? sebab dia orang berada dan terpandang di kampung sebelah? iya kan, itu kan yang sedang kau pikirkan?"
"ayolah... ceritalah kepadaku,"
" maaf Ra, ini sangat penting bagi kak Ilham, jika iya engkau menerimanya, berilah jawaban secepatnya."
fii amanillah.. fii amanillah Ra..
......... bersambung