Seperti apa kehidupan remaja saat bersekolah? Mendapat pendidikan, persahabatan, dan asmara. Itu semua adalah hal yang umum terjadi di dunia ini. Namun tidak bagiku. Aku Gilerino Ken, nama yang diberikan oleh kedua orang tuaku yang telah tiada. Selama 16 tahun, aku hidup seperti burung yang berada di dalam sangkar. Aku tidak memiliki kebebasan seperti anak-anak lain. Sesekali aku dibiarkan keluar untuk hanya sekedar mengenal dunia luar. Namun pada saat tertentu, aku akan keluar dalam kurun waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan latihan. Hampir satu tahun, aku hidup sebatang kara. Itu bermula saat layar televisi disibukan dengan berita yang menggemparkan negara ini. Beberapa hari terakhir, setiap stasiun televisi menyajikan berita itu. Dengan mata kepalaku sendiri, aku menyaksikan dibalik layar televisi bagaimana kedua orang tuaku dibunuh. Umumnya, seorang anak akan bersedih ketika melihat orang tuanya meninggal, bahkan tidak akan mengherankan bila anak itu akan menangis sambil berteriak memanggil orang tuanya, tapi aku tidak. Aku berbeda, tidak ada air mata yang menetes, atau pun kesedihan. Aku merasa kematian adalah hal yang alami, di mana yang hidup pasti akan mati. Apakah ini akibat dari perasaan lega karena selama ini kedua orang tuaku telah melilitkan rantai pengekang kebebasanku? Tidak... justru aku bersyukur memiliki orang tua seperti mereka. Karena mereka telah mewarisiku senjata.