Aku lelaki. Suatu saat kaki kuatku pasti tak mampu berdiri lagi, suatu ketika harga diriku tak akan utuh lagi, suatu hari aku ingin menangis dan berteriak kepada dunia juga. Oleh sebab itu aku menulis. Menulis adalah caraku menangis. Jariku adalah degup jantung kecewa, kata adalah dengusan kasar di atas luka, dan puisi: puisi adalah air matanya. Bagiku, menulis adalah cara terbaik untuk bersyukur melebihi apa yang mulut mampu ucapkan. Sebab dari situ, aku mampu menggambarkan indah-dan perihnya kehadiran seseorang dengan ribuan kata-kata. Tentang lekuk-lekuk bibir indah, tentang senyuman yang lebih luar biasa ketimbang senja, tentang mata sendu yang menatap penuh cinta, tentang punggung yang tanggal, tentang seseorang. Menulis, adalah caraku menggambarkan bahagia dari sudut yang berbeda. Di lain hal, aku kerap menulis karena aku sadar terkadang ucapanku tak pernah di dengar lagi, terkadang kecewaku tak di pedulikan lagi. Bahkan, ada suatu ketika di mana pendapatku tak di perhatikan sama sekali. Tulisanku adalah perihal apa yang aku rasa ketika mulut enggan berbicara, dan ketika telinga mereka enggan mendengarkan. Dengan menulis aku pun belajar: hanya karena masa lalu tidak sesuai dengan apa yang kau inginkan, tidak berarti masa depan tidak akan sebaik yang kau bayangkan. Hadir dan bacalah. Maka kau telah membaca separuh hidupku, separuh isi kepalaku, separuh luka-luka masa laluku, separuh rasa bahagiaku; dan seluruh duniaku.
12 parts