Story cover for Aku. Kamu. Dirinya by YunihartiKhoirunisa
Aku. Kamu. Dirinya
  • WpView
    Reads 222
  • WpVote
    Votes 9
  • WpPart
    Parts 3
  • WpView
    Reads 222
  • WpVote
    Votes 9
  • WpPart
    Parts 3
Ongoing, First published Jun 27, 2014
Detak detik jarum jam memekakan sepasang telinga. Malam semakin larut. Kesepian seperti sudah melekat menjadi bagian bagi gadis yang tengah meringkuk sendirian di kamarnya. Cairan bening hangat sedikit demi sedikit membasahi pipinya. Gadis itu memperhatikan sebuah potret. Sebuah potret yg menggambarkan dua remaja sejoli yang menyunggingkan secarik senyum,begitu tulus,begitu bahagia. Gadis itu semakin menangis menatap potret itu. Semakin
 mengingatkannya pada seseora ng yang kini telah meninggalkannya. Seseorang yg dulu sempat membuat hari harinya bermakna. Tapi kemaknaan itu barulah ia rasa saat dia telah pergi jauh meninggalkannya.

"Aku kangen sama kamu lan.Kangen banget. Maafin aku selama ini ngga pernah sadarin rasa itu semuanya" isak tangis yang kian lama makin jelas. Malam itu pun kian larut. Semakin larut. Malam itupun berakhir dengan tangisan. Namun bukan hanya malam itu saja. Tangisan itu seperti ritual setiap malam yg dia kerjakan sebelum tidur.
All Rights Reserved
Sign up to add Aku. Kamu. Dirinya to your library and receive updates
or
Content Guidelines
You may also like
NOESIS  by Reisen_San
11 parts Ongoing
Setiap pagi dimulai dengan nada yang sama. Nada yang tidak asing, tapi juga tak pernah benar-benar diingat. Seperti dengung lembut yang tumbuh dari dinding, atau bisikan yang terlalu sopan untuk membangunkan siapa pun. Anak-anak terbangun perlahan. Mereka tahu kapan harus duduk, kapan harus tersenyum, dan kapan harus mengatakan "terima kasih" pada sesuatu yang tidak pernah mereka lihat. Langit tak pernah berubah. Lantai tak pernah berdebu. Hari-hari disusun rapi seperti barisan seprai yang terlipat. Tidak ada yang jatuh. Tidak ada yang hilang. Kecuali... sesuatu yang tidak pernah disebut. Di antara semua yang seragam, ada satu yang tidak persis cocok. Seorang anak perempuan yang terlalu tenang, terlalu sering diam di tengah keramaian, dan matanya-selalu mencari sesuatu yang tidak terlihat orang lain. Serene. Ia menulis hal-hal kecil di balik kertas tugas. Hal-hal yang tidak pernah diajarkan, dan tidak boleh ditanyakan. Ia mencatat kapan musik terasa sedikit lebih sendu, kapan suara langkah di lorong tidak cocok dengan jumlah kaki. Orang bilang Serene hanya anak yang suka berpikir. Anak yang tidak pernah nakal, tidak pernah melawan. Tapi mereka tidak tahu... diam itu kadang bukan berarti lupa, melainkan mengingat terlalu banyak. Dan pagi-pagi di tempat ini, yang seharusnya hangat dan tenang, perlahan mulai terdengar berbeda- bukan karena ada suara baru, tapi karena seseorang mulai benar-benar mendengarkan. [Update setiap Malam] *Aku butuh sebuah 🌟 agar mereka yang tak terlihat tidak mendekat *
You may also like
Slide 1 of 9
NOESIS  cover
Sin-yuka Imperio cover
Antara Dendam dan Cinta cover
BUNGA KEMBALI cover
The Silence That Shaped Me cover
Lara yang tak kunjung USAI ||•ondah•|| cover
False Hopes cover
Velmora Selphine cover
alxendric and his wounds cover

NOESIS

11 parts Ongoing

Setiap pagi dimulai dengan nada yang sama. Nada yang tidak asing, tapi juga tak pernah benar-benar diingat. Seperti dengung lembut yang tumbuh dari dinding, atau bisikan yang terlalu sopan untuk membangunkan siapa pun. Anak-anak terbangun perlahan. Mereka tahu kapan harus duduk, kapan harus tersenyum, dan kapan harus mengatakan "terima kasih" pada sesuatu yang tidak pernah mereka lihat. Langit tak pernah berubah. Lantai tak pernah berdebu. Hari-hari disusun rapi seperti barisan seprai yang terlipat. Tidak ada yang jatuh. Tidak ada yang hilang. Kecuali... sesuatu yang tidak pernah disebut. Di antara semua yang seragam, ada satu yang tidak persis cocok. Seorang anak perempuan yang terlalu tenang, terlalu sering diam di tengah keramaian, dan matanya-selalu mencari sesuatu yang tidak terlihat orang lain. Serene. Ia menulis hal-hal kecil di balik kertas tugas. Hal-hal yang tidak pernah diajarkan, dan tidak boleh ditanyakan. Ia mencatat kapan musik terasa sedikit lebih sendu, kapan suara langkah di lorong tidak cocok dengan jumlah kaki. Orang bilang Serene hanya anak yang suka berpikir. Anak yang tidak pernah nakal, tidak pernah melawan. Tapi mereka tidak tahu... diam itu kadang bukan berarti lupa, melainkan mengingat terlalu banyak. Dan pagi-pagi di tempat ini, yang seharusnya hangat dan tenang, perlahan mulai terdengar berbeda- bukan karena ada suara baru, tapi karena seseorang mulai benar-benar mendengarkan. [Update setiap Malam] *Aku butuh sebuah 🌟 agar mereka yang tak terlihat tidak mendekat *