Penitipan mbah baru sudah berarti berita buruk. Bukan buat badan pelayanan, tapi buat si mbah dan keluarganya. Kami hanya bisa menerima mbah yang bermasalah; entah hidup sebatang kara, keluarga tidak punya uang untuk mengurus, penderita psikotik ringan, atau mbah-mbah kurang beruntung yang keluarganya 'tidak sanggup' mengurus. Alasannya bermacam-macam, mbahnya egois lah, tidak bisa diatur lah, anak dan menantu mengancam cerai kalau mbah ada di rumah lah, sampai alasan yang kadang terkesan mengarang-ngarang.
Aku pun bergegas menghampiri tamu itu. Benar saja, sudah ada seorang pria paruh baya dengan kemeja rapi duduk bersama seorang mbah di kursi terpisah. Aku perhatikan mereka berdua. Tidak tampak gambaran yang memunculkan kesan kurang mampu. Si mbah mengenakan kacamata, kulitnya cerah, bajunya bagus. Batik, celana kain, bahkan kakinya dibungkus kaus kaki meski menggunakan sandal jepit.
"Selamat pagi, Pak. Perkenalkan saya Kasongan. Nama Bapak siapa, nggih?"
[Sekarung Sampah Untuk Indonesia #8]
(Follow Dan nikmati lukaku bersama-sama di instagram. @serumpunsendu)
.
Beberapa kehilangan kerap kali menjadikan seseorang juga ikut kehilangan jiwa-jiwanya. Terkadang apa yang kau perjuangkan, tidak seperti apa yang akan kau harapkan. Sejatinya cinta adalah saling. Saling mengisi yang kosong, saling menguatkan yang lemah, saling menyatukan yang telah renggang, saling menguatkan dan beberapa saling lainnya. Seperti saling memperjuangkan misalnya. Saat kau hanya berjuang sendiri, mempertahankan seseorang yang kerap kali mematahkan. Bersiaplah untuk berkenalan dengan air mata
➖➖➖➖➖➖➖➖
Salah satu karya yang kusuguhkan demi merayakan hati yang penuh dengan luka, duka dan lara. Sebuah tulisan untuk menyuarakan perasaan yang terbiarkan. Mengenangmu seperlunya, barangkali sudah cukup menenangkan rindu yang kian menggebu. Sedikit melembabkan luka yang telah mengering.
_ _ _ _ _ > Kepada pembaca yang budiman, terima kasih telah ikut menikmati lukaku, merayakan luka bersama-sama.