Genggaman tanganmu semalam gemetar. Aku paham sekali genggaman itu. Percayalah bahwa tanganku juga pernah sama gemetarnya, tanganku pernah kehilangan kekuatannya ketika kamu memutuskan menjauh begitu saja tanpa aba-aba seakan aku tidak pernah berarti apa-apa.
Ikhlaskan lah aku, katamu.
Ikhlaskan, ucapmu? Ya, aku protes. Aku ingat bagaimana dulu kamu tidak memberiku kesempatan sedikit pun untuk meninggalkan mu, padahal aku tidak ada niat sama sekali melakukan itu. Bahkan untuk sekedar berpamit sebentar pun kamu sangat gelisah dengan keadaan ku. Dan kali ini aku protes! Ucapan mu kala itu kini berbalik, bahkan kamu yang kini pergi.
Aku hampir mati karena patah hati, dan kamulah penyebabnya. Aku tidak semangat makan, aku tidak mampu bangun dari ranjangku sampai bergerak pun aku kesulitan, semuanya karena kamu.
Dan sekarang kamu ingin aku kembali mencintaimu? Baiklah, hanya ada satu cara. langkahilah waktu, cari aku di masa lalu. Iya, aku yang sudah mati itu. Karena kalau yang sekarang kamu tidak pantas mendapatkannya, tidak walau hanya sesenti saja.