Semua orang yang mengenalku, akan menganggap aku sebagai gadis yang jahat dan egois. Semua itu karena aku telah merebut kekasih dari sahabatku sendiri untuk kebahagiaanku. Tapi, apakah aku salah bila aku bersikap egois dengan menginginkan kebahagian diakhir sisa hidupku? Apa aku tidak berhak untuk bahagia? Dan demi mewujudkannya, aku bahkan terpaksa harus tega menyakiti hati sahabatku sendiri dengan cara merebut kekasihnya yang sudah hampir dua tahun ini menjalin hubungan dengannya. Mereka membenciku. Mencaciku. Menjauhiku. Menatapku dengan pandangan jijik. Seakan aku ini adalah sebuah kotoran. Tanpa mengetahui alasanku melakukannya. Apakah mereka menyangka aku bahagia melakukan itu? Apa mereka pikir, aku bisa tertawa bahagia di atas penderitaan kedua orang sahabatku yang sangat aku sayangi itu? Tidak! Sama sekali tidak bahagia. Aku sangat tersiksa! Bahkan, aku adalah orang yang paling tersiksa di antara mereka. Karena, orang yang aku inginkan berada di sampingku saat aku menutup mataku nanti, kini membenciku sepenuh hati. Perhatian dan senyuman lembut nan tulus yang dulu sering ia berikan saat kami bersahabat, sirna dan berganti dengan kebencian yang mendalam setelah aku mengkhianatinya dan menghancurkan hubungan cintanya. "Sampe kapan kamu bakalan terus ngebenci aku?" gumamku, perih. "Sampe lo menghilang dari kehidupan gue!" balasnya, datar dan tajam. Aku tersenyum miris mendengar jawabannya. "Kalau itu yang kamu mau, kamu tenang aja. Sebentar lagi aku juga bakalan menghilang dari hidup kamu untuk selamanya. Aku cuma mau kamu ada di sisiku sampe waktu itu dateng. Apa itu pun kamu nggak bisa penuhin?" pintaku, memohon. "Bagus kalo lo emang bakal menghilang dari hidup gue. Lebih cepet, lebih bagus!" ucapnya sambil berlalu meninggalkanku. Aku tersenyum getir. Apa yang aku harapkan? Tentu saja dia akan sangat senang jika aku segera menghilang dari hidupnya untuk selamanya.