"Tapi kapan? Dari dulu Mama selalu bilang itu mulu." Àku hanya bisa beristigfar dalam hati, mencoba menguatkan diri meski sebulir air mata telah meleleh. Menyeka dengan kedua telapak tangan dengan cepat, kemudian menghampiri mereka dengan senyum palsu terbaikku. Mereka terdiam kala aku sampai di dekat mereka.Tanpa kata aku segera duduk dan menyantap hidangan sarapan pagi ini. Satu hal yang buat pagiku buruk adalah ketika Mentari dengan kerasnya meletakan sebuah buku di depanku. "Kerjakan pr matematikaku, sebelum jam pelajaran pertama buku itu udah harus ada di atas meja ku," perintahnya. "Tapi kan itu bukan tugasku!" elakku. "Jangan membantah kerjakan saja perintah Mentari! Bukankah kamu juara kelas? Pasti bisa ngerjakan pelajaran kelas 10," sinis Mama menyulut api. "Baik Ma." Aku menghela nafas pelan, berharap dengan cara itu bisa meredam emosi yang kan memuncak.