Pagi. Siang. Sore. Malam. Pagi. Jatuh. Merangkak. Berdiri. Berlari. Jatuh. Empat orang. Empat kepala. Empat hati. Empat luka. Empat sahabat. Bukankah tidak semua hal memiliki alasan? Jatuh cinta misalnya. Tidak akan ada alasan tepat untuk jatuh cinta. Seperti saat ini. Mereka menagih alasan untuk rasa yang ganjil ini. Kenapa dia? Kenapa sekarang? Kenapa aku? Dan yang terlintas hanya satu, mungkin karena Tuhan menginginkannya. *A Saat aku datang, dia merasa aku terlalu baik untuknya. Saat ia datang, aku merasa dia terlalu buruk untukku. Tapi aku tersenyum. Entahlah, bukankah tidak semua hal harus memiliki alasan? Lalu aku pergi. Kemudian dia diminta pergi. Karena Tuhan menginginkannya. *R Padahal aku telah menyakitinya. Mengeluarkan hampir seluruh kosa kata kotor yang aku tahu. Merobek hatinya. Mengoyak. Mencabik. Alasannya? Entahlah. Bukankah tidak semua hal memiliki alasan? Lalu dia muncul lagi. Tersenyum. Hangat. Ia sanggup meluluhkan hati batu yang ia tinggalkan. Ia bilang, karena Tuhan menginginkannya. *A Tidak. Dia sudah kembali. Padahal aku baru berhasil menata ulang hatiku. Datang dan pergi adalah hal biasa dalam hidup, bukan? Dia bilang dia kembali. Dan aku menerimanya begitu saja. Kenapa? Bukankah tidak semua hal memiliki alasan? Mungkinkah karena Tuhan menginginkannya? *L Novel ini ditulis sejak 2012 oleh Aulia Fajriany dan Tus Lianingsih
14 parts