April-ku tak lagi sendu, ketika kulihat senyummu yang berubah jadi candu. Hari-hariku juga tak lagi kelabu, saat kamu menjadi bagian dari puisiku. Benar katamu, duka itu hanya konotasi. Bahagialah yang jadi denotasi. Hal indah akan tetap hadir jika hidup tak lagi ditangisi. Lantas, harus ku sebut apa kamu yang berhasil menyembuhkan lukaku? Malaikat? Dewa? Ah, rasanya kamu tak sesuci itu. Kamu juga manusia yang jahat, tau? Menciptakan rindu tanpa titik temu, apa itu bukanlah hal yang semu?