"Tahunya ngelirik wattpad aja! Kapan lo lihatin gue yang naruh hati sama lo?"
"Tahunya buat puisi aja, kapan lo berhenti nyindir-nyindir gue pake tulisan tangan lo itu? Asal lo tahu, pacar gue cuma buku!"
〽️〽️〽️
"Tugas kamu bukan buat puisi, bukan buat sajak. Tapi kuliah psikologi supaya sukses seperti mama kamu! Pekerjaan itu sangatlah mulia!"
"Mulia darimana? Mama sakit karena pekerjaannya!"
"Kamu tidak boleh membantah, Ihsya, atau aku akan mengirimkan kamu ke asrama di Jepang! Hidup saja sendiri tanpa aku beri biaya hidup. Terakhir! Jangan pacaran, sebab itu hanya akan memberimu kesialan!"
〽️〽️〽️
Ponsel dan jemari. Hanya dua hal itu di mana aku bisa mengembangkan kemampuanku sekaligus menumpahkan curahan hatiku.
Novel, satu-satunya bacaan tebal yang menarik perhatianku selain buku pelajaran yang orang tuaku paksakan untuk dilirik. Namun, tetap saja mereka tak pernah merestui keinginan dan cita-citaku. Hanya untuk membeli novel, aku harus diam-diam agar kejadian tahun lalu tidak terulang lagi, di mana seluruh novelku dibakar habis tak bersisa dan mereka dengan kejamnya mengganti tumpukan kertas itu dengan tumpukan berkas-berkas tidak berguna.
Bukan, orang tuaku bukan bermaksud menyerahkan seluruh kekayaan dan usahanya untuk ku kelola. Usaha besar papa sudah pasti akan diberikan pada adikku. Lalu apa?
Tumpukkan berkas itu menjelaskan betapa banyaknya jenis penyakitku, betapa banyaknya aku merepotkan orang tua, betapa dekatnya kematian yang akan menarikku secara paksa menuju alam baka.
〽️〽️〽️
Danadyaksa adalah laki-laki dengan hidup yang sangat sederhana. Cibiran dan hinaan sering didapatkannya dari teman-teman satu sekolahnya terutama perempuan karena menggunakan sepeda motor beat berwarna hitam setiap berangkat sekolah.
Orang tuanya meninggal ketika ia masih duduk di bangku SMP, meninggalkan dua orang adik yang harus Aksa hidupi.
Menjadi Ayah, Ibu sekaligus kakak di usianya yang begitu belia bukanlah hal yang mudah.
Aksa mulai bekerja semenjak orang tuanya meninggal untuk memenuhi kebutuhannya serta kedua adiknya yang masih kecil. Menjadi kuli bangunan, penjaga toko, pelayan restoran dan berbagai pekerjaan serabutan lainnya Aksa lakukan.
Aksa pernah berkata:
"Nggak papa gue nggak punya masa depan yang terjamin, tapi adek-adek gue harus punya masa depan. Harus jadi orang besar."
Aksa tidak pernah memikirkan perihal cinta. Yang ia pikirkan hanyalah adik-adiknya. Bagaimana masa depan adiknya, bagaimana mendidik adiknya dengan baik dan bagaimana adiknya bisa menikmati hidup seperti anak lainnya yang penuh kebahagiaan dari keluarga.
Namun, Aksa mulai tertarik dengan cinta semenjak ia mulai mengenal Alsava. Gadis yang dikenalnya sejak insiden Aksa yang tanpa sengaja menginjak kacamata Alsava.
Tapi rasanya sangat tidak mungkin untuk memiliki Alsava yang latar belakang ekonominya sangat jauh beda dengan dirinya.
Apakah mereka bisa bersama? Mungkin. Atau justru, tidak akan pernah bersama.
**
"Sa, gue boleh suka sama lo, nggak?"
"Tunggu gue sukses."
**
"Gue kalo mau suka sama Alsava juga harus sadar diri. Gue orang nggak punya. Beda sama dia."
***