Iya, Aku memang mempertanyakan sebuah asumsi bahwa jodoh adalah cerminan diri. Betulkah demikian? Lalu laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik, begitupun sebaliknya. hmm, dari sudut mana aku harus membenarkan hal itu? Katakan padaku dari mana?
"chan, aku meragukan bahwa kamu adalah orang baik, nyatanya kamu menikah denganku yang buruk begini" kata Fad.
Nyatanya kalimat itu membuat aku terusik dari rasa nyamanku bahwa orang baik akan mendapatkan orang baik.
"Chan, aku meragukan bahwa kamu bukanlah pemabuk, dulu kamu pemabuk kan sama seperti aku?", kata Fad lagi.
Aku terusik lagi dengan asumsi jodoh adalah cerminan diri.
"Chan, kok kamu bisa ngaji ? Sedang aku tidak? kamu asal baca ya ngajinya?", lanjut Fad lagi.
Aku mengubah posisi dudukku dengan harapan nyaman datang lagi.
"Chan, kamu pasti pezina kan? Mantanku aja banyak", lanjutnya lagi.
Aku diam, aku sendiri juga mempertanyakan apakah benar aku orang baik. Aku menjadi semakin gamang dengan diriku.
"Chan jawab ! Suamimu sedang bertanya" lanjut Fad lagi.
Tolong beritahu aku, aku harus menjawabnya apa dan aku harus bagaimana sekarang, teman. Aku masih diam.
"Chan, jawab pertanyaanku!". Kali ini nada bicaranya Fad semakin tinggi dan tampang tempramentnya muncul.
Jujur aku ketakutan, aku jawab apa? Aku harus jawab apa?
"Aku percaya bahwa selalu ada hikmah disetiap rencananya Tuhan", jawabku.
Bego memang dengan jawabanku itu secara tidak langsung aku mengiyakan bahwa aku adalah pezina, pemabuk dan tidak baik, ngaji asal dan semua yang dipertanyakan Fad, suamiku.
"oohh.... jadi kamu itu, pezina, pemabuk, asal ngaji, dan buruk seperti aku? Mantannya banyak seperti aku? Kenapa kamu minta dinikahi? Bukankah berzina seperti sebelumnya itu ga masalah buatmu?" Timpalnya Fad
"Bukan. Aku sedang berusaha baik Mas, Tapi aku tidak seperti yang kamu sebutkan barusan mas." jawabku mantap
Fad mulai mengangkat kepalanya dari pangkuanku, dan menatapku tajam. "lalu bagaimana dengan jodoh adalah cerminan diri?"
All Rights Reserved