"Ternyata benar, tidak baik berharap terlalu besar kepada seseorang. Sebab suatu hari nanti orang yang kau harapkan akan mematahkan hatimu sedemikian patah hingga memberi alasan dan menangisinya sebanyak apapun tak ada lagi gunanya" Bagai di sambar petir di siang bolong, ucapan Shilla membuat Azka bagai di tusuk dengan beribu panah. Ia tak tak sanggup melihat gadisnya menangis karena ulahnya sendiri. Dengan berani Azka berjalan ke arah Shilla berusaha untuk memeluknya tapi semakin Azka maju semakin Shilla mundur. "Cukup Ka, gue udah tau dia lebih berarti buat lo dibanding gue. Buat apa gue bertahan jika lo lebih percaya dia daripada gue Ka. Jangan buat gue berharap lagi sudah cukup gue tersakiti. Dan makasih atas sakit yang selama ini lo berikan, gue pamit Ka dari kehidupan lo dan semoga lo bahagia bersama dia" "Nggak Cil, gue cinta sama lo" "Tapi lo sayangkan sama dia?" Azka diam dia tak tau harus menjawab apa. Memang benar adanya yang dikatakan Shilla. "Hahaha lo diam kan. Lo emang sayang sama dia. Maka dari itu biarkan gue pergi" Ucap Shilla terkhir kalinya dan berlalu pergi meninggalkan Azka sendirian disana. "Maaf Cil, gue gak bermaksud" gumam Azka menyesal. Ia merasa sangat bodoh, gak berguna. Ia gak bisa menjaga komitmen sebagai laki-laki. Ia merasa dirinya sangat brengsek.