Wajib follow sebelum baca 💕 Dia bukan lagi pecinta senja, dan bukan lagi penikmat kopi. Ia kini hanya seorang anak laki-laki yang sangat suka menatap namanya sendiri, menatap langit mendung yang begitu monoton dengan warna gelapnya. Ya, dia adalah Langit, lebih lengkapnya Abby Langit Pamungkas. Anak laki-laki yang terpaksa harus berhenti menyukai apa yang ia suka. Karena semua keterbatasan yang kini ia punya. "Aku benci pergi keluar saat matahari terbenam. Karena ketika saat itu, wajahnya secara otomatis tergambar jelas di atas sana." ia menunjuk ke arah langit, setelahnya ia menatap gadis yang kini menyandarkan kepala pada pundaknya. Kalau bukan karena Sendu, ia tidak akan mau pergi melihat senja. Sejak saat Senja meninggalkannya, ia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa ia akan mencoba melupakan segala hal tentang gadis itu. Termasuk juga bentuk lain dari wujudnya yang selalu muncul ketika matahari terbenam, yakni langit senja. Langit dapat melihat air mata turun dari mata indah Sendu. "Sendu.. Kumohon, berhentilah menangis saat senja muncul, itu hanya membuatku semakin sakit.." suara Langit terdengar pelan di telinga Sendu. "Bukan hanya kau yang sakit karena kepergian Senja.. Akupun demikian, Langit.. Apa kau ingin kita pulang saja? Sepertinya kamu memang tidak ingin kembali mengingat Senja." merasa tak dapat respon, Sendu melirik laki-laki di sebelahnya yang justru terlihat memegangi perutnya dengan ekspresi wajah seperti menahan sakit. Sendu secara otomatis terlihat panik, ia angkat kepalanya dari pundak Langit. "Kamu kenapa, Lang?" Sendu bertanya khawatir. "Alihkan pandanganmu, Sendu! Fokuslah pada senja! Bukankah kau ingin sekali melihatnya? Jangan biarkan Senja merasa..." ucapan Langit tertahan akibat rasa sakitnya yang semakin hebat. --- Cerita ini mengandung unsur sickmale lead. Hemofilia dan salah satu jenis kanker. Agustus 2019
28 parts