"Apakah setiap anak tidak berhak merajut mimpinya sendiri? Bukankah masa depanku adalah misteri kebahagian dan kepedihan yang bakal dipikul jiwa-ragaku tanpa sandaran bahu orang lain?" Aku sungguh kecewa, tak mengerti apa yang ada dalam pikiran ayah. Tapi, itu dulu. Setahun yang lalu. Kini perasaanku berubah total, benar-benar bertolak belakang laksana perbedaan teriknya siang dengan pekatnya malam. "Kenapa ayah meninggal begitu cepat di saat aku justu mulai sangat merindukan sosoknya?" rintihku penuh kepiluan di sudut kamar pesantren yang baru genap setahun kutempati.
4 parts