Story cover for Bos Kutub by HizriaSahara
Bos Kutub
  • WpView
    Reads 608,433
  • WpVote
    Votes 28,069
  • WpPart
    Parts 51
  • WpView
    Reads 608,433
  • WpVote
    Votes 28,069
  • WpPart
    Parts 51
Ongoing, First published Sep 03, 2019
Nayla putri harus banyak-banyak bersabar dengan menghadapi sifat bossnya yang bagaikan manusia es. 

"Bicaranya irit, sekalinya marah, udah kaya singa beranak." ujar Nayla.


Note : cerita ini tersedia juga di Innovel dan Dreame
All Rights Reserved
Sign up to add Bos Kutub to your library and receive updates
or
#59bawahan
Content Guidelines
You may also like
You may also like
Slide 1 of 9
Beloved CEO : CEO Tercinta cover
MY HUSBAND IS A CEO (SUDAH TERBIT)  cover
(S)He's The Boss! (END - WATTPAD) cover
Falling for Weird Boss cover
Arogantsi Reval cover
Secangkir Kopi Untuk CEO cover
The Rule Of My Boss END cover
The Beauty of Ruin cover
DESIRE cover

Beloved CEO : CEO Tercinta

30 parts Complete Mature

Completed ✅ Bagi Stella Francis, bekerja di Peters & Co. adalah tiket satu arah menuju hidup yang lebih layak, walau itu berarti harus mengenakan sepatu murah yang lecetnya tak bisa disembunyikan, menyimpan bekal dalam kotak makan anak-anak, dan tetap tersenyum lebar sambil membawa lima gelas kopi untuk rekan satu tim. Ia tahu dunia kantor tak selalu ramah, apalagi jika atasannya adalah Stefan Peters, seorang CEO yang lebih nyaman berbicara dengan spreadsheet daripada manusia. Namun Stella bukan tipe wanita dua puluh tujuh tahun yang mudah surut. Di balik sikap riangnya, ada keteguhan yang telah ia tempa, bahkan oleh Stefan yang dikenal dingin. Perlahan, celah-celah kecil terbuka. Dalam ruang-ruang diskusi larut malam dan proposal yang disusun berdua, Stefan mulai melihat sisi lain dari Stella, bukan hanya sebagai rekan kerja dan karyawati yang selalu bersinar, tetapi sebagai seorang perempuan yang hidupnya ditambal oleh keterbatasan dan tak pernah kehilangan cahaya. Keduanya berjalan di garis tipis antara profesionalisme dan sesuatu yang jauh lebih personal. Karena ternyata, yang paling sulit bukan menjaga jarak, melainkan pura-pura tak merasa apa-apa. Tapi bagaimana jika yang coba mereka hindari justru satu-satunya hal yang layak diperjuangkan?