Aku dilahirkan oleh seorang putra kiai. Sebut saja aku ini "ning" atau julukan lainnya yang mungkin sudah diubah oleh generasi milenial saat ini. Mungkin di benak kalian, hidupku di kelilingi dengan santri yang siap mengabdi padaku setiap waktu, disalami oleh mereka seusai salat jamaah, atau disegani semua orang. Tidak juga, yang senyatanya adalah aku yang terpisah dari dzuriyyah buyutku semenjak mbah bukku meninggal. Bagiku, dilahirkan dari turunan kiai dan hidup dengan gelar "ning" adalah kepalsuan, semua orang dapat hidup selayaknya "ning" tanpa harus dilahirkan kiai.