Tentang Seorang Sahabat Aku pertama mengenalnya dengan segan... sebagai seorang manusia berjubah putih, yang terlihat tak pernah kehilangan jalan hidup karena hati dan perasaannya bergerak mengikuti kehidupan dalam pencarian makna yang sesungguhnya. Aku mengenalnya ketika membawa harapku... dalam pencarian cahaya hidup yang selama ini menyimpang dari jalur kearifan. Ketika angin puyuh mengombang-ambingkan sampan yang kukendarai diluatan kesedihan yang hampir memaksaku untuk berlabuh di pulau perpisahan. Aku lebih mengenalnya dalam prosesku yang tak waras. Dalam ketidaktahuanku akan pengendalian rasa suka dan duka. Aku adalah sengsara dan bahagia adalah aku juga. Hari ini aku bahagia dan lihat besok hati ku remuk. Betapa membinggungkan percampuran itu... bagi yang tidak mengenal aku dengan baik. Namun dia mengenal aku seperti melihat dedaunan yang kerap digoyang-goyang ketergesa-gesaan angin. Aku selalu diterima... Untuk menghamburkan segala kegalauan dan sukacita. Hari berlalu... Malam membentangkan selimut hitam bertaburan bintang menutupi hari dan esok ada fajar menyingsing meninggalkan tetes-tetes embun dipermukaan setiap daun. Kini, Aku mengenalnya dari jauh... Namun yang pasti aku tahu dia selalu mendengarkan KEABADIAN berbicara, mengikuti kehidupan yang memanggil pada KEHIDUPAN yang sarat religi, dan dia memampukan hatinya. Aku yang dikenali-NYA juga dia, DIA yang tahu jantung kehidupan kami pada kedalaman rahasia-rahasia yang seolah tak terpecahkan dan terhadap segala pertanyaan yang sering tak terjawab. Aku tetap mengenali sahabatku... dan memahami bentuk kelemahan dan kekuatan yang tumbuh dalam kesendiriannya Sehingga aku kadang tak mampu bertanya kepadanya : "Ada apa, Sobat ?"