"Assalamu'alaikum, Neng!"
"Bagaimana kabar?"
"Baik-baik saja keluarga?"
Raden menyapa dengan sopan, namun tak ada jawaban dari si Ening yang sedang sibuk menata rengginang di dalam toples kaca di meja tamu.
Dalam batin Raden selalu dihantui rasa takut, kalau-kalau Ening tersinggung, marah, merasa gak nyaman atau merasa dirusuhi.
sedikit langkahnya mundur lalu, membalikkan badan hendak keluar.
"Yaudah, kalo' gamau diganggu aku pergi saja,"
"sekali lagi, mas minta maaf ya Ning," gumamnya sambil melangkahkan kaki ke pintu, lalu mengucap salam.
"Assalamu'alaikum."
Raden keluar dengan perasaan kecewa berat. Tidak hanya kali ini ia merasa kecewa dan menyesal. Hari-hari sebelumnya Raden sering merasakan seperti ini. Sejak Raden bercanda berlebihan dan dengan penuh percaya diri Raden mengungkapkan perasaannya kepada si Ening. Sontak saja Ning yang masih usia belasan tahun itu tercengang dan syok berat. Raden yang selama ini dianggap sebagai kakaknya sendiri sekaligus pembimbing belajar, ternyata memendam rasa kepadanya.
Berulang-ulang Raden meminta maaf dan seolah meralat kalau itu cuma candaan saja. Sementara Raden terus menutupi perasaannya dengan penuh rasa kecewa dan menyesal yang semakin bertambah.
Permohonan maaf pertama yang Raden lakukan ialah mengajak Ning jalan-jalan sambil beli makanan kesukaannya ditambah traktiran es krim "Sunday" di kedai Mc D plasa dekat alun-alun. Namun Ening beralasan sibuk banyak PR. Dari situ Raden tahu kalau si Ning ogah jalan lagi sama Raden.
Ada upaya yang kedua, ketiga dan itulah terakhir..
[Simak saja kelanjutan ceritanya...]