Seseorang pernah berkata kepadaku, jangan pernah membenci sesuatu terlalu dalam. Karena boleh jadi, sesuatu yang amat kamu benci saat ini kelak justru yang terbaik bagimu. Dan, jangan juga terlalu dalam ketika mencintai. Karena boleh jadi, apa yang kamu cintai saat ini kelak akan mengecewakanmu. Awalnya aku tak percaya ucapan itu, hanya menganggapnya omong kosong semata. Karena menurutku hukum alam itu selalu berbanding lurus. Yang benci, akan tetap selamanya benci dan yang cinta akan selamanya begitu. Kalau saat ini aku membenci sesuatu, maka aku akan membencinya sampai suatu saat kelak, dan apabila aku menyukai sesuatu maka aku tidak akan melupakannya sampai kapanpun, apalagi sampai membencinya. Tidak akan! Tapi, siapa sangka jika semesta berkata, kalau aku telah salah. Dan itu terbukti. Untuk pertama kalinya aku merasa hancur. Hancur-sehancurnya ketika ternyata aku terjatuh dalam lubang yang menyesatkan yang dinamakan karma. Awalnya aku membenci lelaki itu. Tidak ternilai lagi seberapa besarnya, cukup Tuhan saja yang mampu mengukurnya. Aku juga pernah mengatakannya dengan lantang didepan laki-laki itu bahwa aku benar-benar membencinya. Tak pernah terfikir olehku jika kelak, hatiku akan jatuh kepadanya. Hatiku akan memilihnya. Tak ada yang menyangka kalau akhirnya kini aku telah menjadi miliknya. Sungguh, sebelum ini jatuh cinta kepadanya benar-benar tidak ada dalam daftar mimpiku. Sesuatu yang mustahil sekali untuk terwujud. Itu karena aku memang tak pernah sedikitpun menginginkannya dalam hidupku. Tapi sekali lagi, semesta mengatakan kalau aku telah salah. Aku meyesalinya sekarang, bukan karena aku telah jatuh cinta kepada lelaki itu. Tapi karena seharusnya dulu aku tak perlu main-main dengan lidah. Karena hati tak bisa diajak bercanda.