Uzumaki Naruto, seorang pria usia tiga puluhan yang terus terperangkap dalam impian konyol masa lalu. Disaat teman-teman seusianya sudah berkeluarga dan mulai menyusun kesuksesan dalam berbagai bidang, Naruto justru merasa terbuang bagai seonggok sampah. Berkat kecelakaan yang telah merusak pita suaranya hingga ia tak lagi bisa melanjutkan karier dalam bidang tarik suara, Naruto mati rasa, seperti zombie yang terus hidup tanpa memiliki hasrat. Hal itu yang membuat keluarganya berinisiatif mengirim Naruto pergi ke luar Jepang, berharap suasana baru bisa mengobati luka. Namun nyatanya, meski sepuluh tahun sudah berlalu, sakitnya masih terasa nyata.
Sampai suatu ketika, ia tak sengaja mendengar sebuah lagu lawas yang membuatnya rindu pulang ke Jepang. Lagu debut milik Hyuuga Hinata, seseorang dengan suara emas yang sudah memulai debutnya sejak remaja. Naruto yakin, setelah tahun demi tahun berlalu perempuan itu pasti sudah menjadi diva sekarang. Membuat ia sempat merasa iri pada perempuan yang lebih muda darinya itu.
Namun ketika ia sampai di Jepang, satu fakta menampar wajah Naruto. Hyuuga Hinata yang Naruto pikir memiliki hidup dua kali lipat lebih sempurna dari hidupnya, justru dinyatakan mati bunuh diri tak lama setelah debut. Jangankan sukses menjadi diva, perempuan itu bahkan tak sempat menerima penghargaan dari album pertamanya.
"Kenapa ia memilih mati? Saat dia punya segala hal yang selalu menjadi fatamorgana bagiku?" Dengan mata terpejam Naruto terus mengulang pertanyaan itu dalam hati, dan ketika ia membuka mata, tiba-tiba waktunya diputar balikkan. Ia kembali, tepat di hari Hyuuga Hinata merilis album debut. Seminggu, setelah pita suaranya dinyatakan rusak.
Wang Yibo memfokuskan jiwa dan raganya hanya pada militer. dalam benaknya, tidak ada sedikitpun keinginan untuk mencari pasangan apalagi untuk menikah dan memiliki keluarga.
akan tetapi, orang tuanya tentu mencemaskan tentang kehidupan sang putra. maka, tanpa sepengetahuan dari pria itu, mereka mencarikan pasangan nikah untuknya.
"aku tidak akan menikah." tegasnya menolak kehendak sang ayah.
"baik. jika begitu, aku juga tidak ingin menjalani operasi." pria paruh baya itu mengancam dengan nyawanya.
"aku akan menikah." meski enggan ia tidak ingin main-main dengan nyawa ayahnya.