🍁🍁🍁🍁🍁 Malam itu, rasanya aku ingin mendekapmu erat. Namun, ada hal tak kasat mata yang menahan diriku untuk merentangkan tangan meskipun ku tahu kau akan merengkuhku kembali dan membuat nafasku sesak. Ku kira akan ku dapatkan genggaman hangat jemari gagahmu sama seperti malam yang kita lewati saat berpisah sementara waktu. Rasanya ingin tertawa mendapati tubuhku yang rentan akan suhu rendah. Ternyata salah. Harap ku pupus, mendebu. "Besok aku akan pulang. " Aku begitu paham akan semua makna yang ingin kau sampaikan. Namun dengan tawa ku yang membuncah, ku jawab ucapanmu dengan kata yang tak ingin kau dengar. Kau diam. Tentu saja. Setelah waras ku kembali, Tatapan nyalang itu, aku tahu kau marah dan kecewa. Mengulang kata jika aku hanya bercanda membuatku semakin menyedihkan, aku yang terlampau kau pentingkan tak kau gubris lagi. Lalu aku terdiam seperti mu juga. Sampai saat aku sadar tak bisa lagi membuatmu menatap ku, aku menyingkir saat itu juga. Aku ingin berucap terimakasih dengan senyum merekah. Mengatakan perpisahan dengan manis. Bahkan meminta izin untuk memberitahumu jika aku rindu dikemudian hari tanpa beban dan ragu. Tapi nyatanya mengucap maaf dengan benar pun tak dapat kulakukan. Aku marah. Terlampau kecewa. Aku benci kau diamkan. Jantungku rasanya membludak bahkan saat kepergianku kau masih saja menatap ponselmu. Aku egois, memang. Diriku salah, namun dengan keras aku lebih menyalahkanmu karena ketidakpedulian mu. Bahkan pada detik terakhir aku mencoba merangkai kata maaf. Mungkin esok, kau hanya akan menganggapku seperti setahun yang lalu. Bukan siapa-siapa. Maaf, dengarkan aku. Jangan biarkan aku menyakiti kita berdua. 🍁🍁🍁🍁