Di sini penulis menceritakan tentang kisah sepasang suami istri berumur kira-kira 16 tahun, istrinya seorang mualaf berkewarganegaraan Perancis yang mengenyam pendidikan SMP-SMA di negara dengan pendidikan terbaik di dunia, yakni Findlandia.
Sedangkan suaminya, hanya seorang anak Madrasah Aliyah, tinggal di indekos, jauh dari orangtuanya.
Di sini kita akan melihat, bagaimana pasangan dengan umur yang masih sangat muda ini merencanakan serta berusaha sekuat tenaga untuk mencapai visi besar pernikahan mereka untuk Islam dan Dunia, karena mereka adalah 'Pengantin Peradaban'.
Mereka yakin, pernikahan bukan hanya bersatunya dua orang insan untuk saling mencintai, lalu kemudian beranak, bercucu dan mati.
Lebih dari ini, pernikahan menurut mereka adalah sarana untuk memilih partner hidup dalam meraih visi terbesar hidup.
Di sini pembaca akan mendapatkan banyak pengetahuan tentang keislaman, filsafat, Teknologi, Bisnis, Sejarah, Perbandingan Agama, Psikologi, NLP, Ilmu cinta, Pendidikan, isu-isu perempuan dan yang lainnya.
Semua pengetahuan di atas akan ditulis dengan ruh keislaman yang kuat.
Penulis butuh berdiskusi dengan banyak pihak dan pembaca agar novel ini bisa sebaik dan serealistis mungkin.
Prisha nyaris menghabiskan dua windu hidupnya untuk mencintai seorang saja pria. Terjabak friendzone sedari remaja, Prisha tidak pernah menyangka jika patah hatinya gara-gara Paradikta menikah dapat membuatnya hampir mati konyol. Dia baru saja bebas dari jerat derpresi saat melihat Paradikta justru kembali ke dalam hidupnya dengan aroma-aroma depresi yang sangat dia kenali.
"Kamu pikir, kematian bakal bawa kamu ke mana? Ketemu Saniya? Kamu yakin udah sesuci dia? Jangan ngimpi Radi!"
"Mimpi? Ngaca! Bukannya itu kamu? Menikahi saya itu mimpi kamu kan?"
Dan, Prisha tahu jika Paradikta yang dua windu lalu dia kenal saat ini sudah tidak lagi ada.