Aksara, itulah nama seorang kakek tua yang kala 78 tahun silam menjadi pimpinan terdepan dari sebuah peristiwa peperangan warga Pribumi melawan kekejaman Hindia Belanda. Tanah airku Indonesia..... Negeri elok amat kucinta.... Tanah tumpah darahku yang mulia... Itulah sepenggal irama yang menjadi temannya kini, sehari-hari. Rayuan Pulau Kelapa. Ya, lagu yang menggambarkan indahnya kanvas bumi Indonesia, tempat diri Datuk Aksara, aku, kamu, dan kita semua berpijak hingga mata ini tak bisa terbuka kembali untuk selama-lamanya. Tahun 1999, akhir abad 20, tahun yang cukup sulit bagi negeri ini, krisis ekonomi terjadi di berbagai pelosok negeri ini. Konflik Timor Timur yang ingin melepaskan diri juga semakin memanas. Tepat kala itu, 30 Agustus 1999 secara terang-terangan Timor Timor menyatakan melepaskan diri dari Indonesia. Sejak kala itu, Kepulauan Mentawailah yang menjadi tempat Datuk Aksara dan aku singgah. Kepulauan Mentawai dengan sejuta adat istiadat dan kebudayaannya berhasil membuatku mengerti betapa kayanya negeri ini akan segala hal. Inilah negeriku, Indonesia, yang tempo dulu orang sebut dengan sebutan Nusantara. Ya, Nusantara, istilah yang menggambarkan luasnya bentangan alam Indonesia. Indonesia, sebuah negeri indah yang turut menjadi saksi perjalanan hidupku menggapai segala impianku, menjadi manusia sesungguhnya, dan menemukan cinta kasihku.