Cahaya Penerang
Ketika harapan menjadi sebuah kemustahilan.
Rasanya begitu sulit menerima semua ini. Langit terasa runtuh. Awan-awan yang terlihat cerah mendadak menghitam. Begitulah jika menggantungkan pada sebuah asa. Asa yang membuat kita menjadi lemah. Bahkan bisa menjadi lumpuh. Hidup memang sebuah pilihan. Dan sudah barang tentu kita harus memilih mana yang terbaik untuk kita.
Cahaya bintang malam ini membuat aku tersadar betapa begitu banyak kegagalan yang bersandar. Karam pada beberapa kekecewaan. Hingga terkadang aku merasa pada setiap cahaya penerang adalah sebuah kemustahilan. Sebuah mimpi yang takan pernah tergapai. Aku depresi. Seakan duniaku, hidupku, langit beserta bintang-bintang semua mengkhianatiku. Dan meninggalkanku sendiri di tengah-tengah lubang hitam yang tak seorangpun tahu keberadaanku. Aku merasa sendiri, sunyi pada sebuah keramaian, kesepian di tengah kebisingan dan cemas pada setiap langkahku berjalan.
Tapi,
Terkadang sesekali cahaya itu menampakkan hidungnya. Ya, seperti reinkarnasi, cahaya itu kemudian hidup kembali. Tanpa aku memintanya. Seharusnya aku tidak menganggap sebuah kegagalan adalah mimpi buruk yang tak memiliki ujung. Kegagalan bisa menjadi sebuah kekuatan dimana imaji dan intelejensi adalah sumber keajaiban dari kekuatan itu.
Elliot Jensen and Elliot Fintry have a lot in common. They share the same name, the same house, the same school, oh and they hate each other but, as they will quickly learn, there is a fine line between love and hate.