Orang Itu
Orang itu...
Ya, orang itu.
Pelindungku di tengah segala luka yang tak terucap.
Bentengku saat dunia mencoba merobohkanku.
Ia adalah matahari yang menghangatkan jalanku,
cahaya yang menembus kabut dalam hatiku,
tapak yang kutelusuri ketika kakiku nyaris kehilangan arah.
Seseorang yang begitu kukagumi...
bukan karena ia sempurna,
tapi karena ia membuatku merasa diterima
dengan segala "aku" yang sering kututupi dari dunia.
Seseorang yang begitu kucintai...
bukan sekadar cinta yang tumbuh karena kebersamaan,
tapi cinta yang lahir dari rasa aman-
rasa yang begitu langka untukku,
yang hidup di antara rahasia dan tatapan penuh tanya.
Sejak awal aku tahu,
cinta ini tidak sama seperti yang orang lain jalani.
Bukan cinta yang mudah dibicarakan di meja makan,
bukan rasa yang bisa kutulis di halaman publik tanpa konsekuensi.
Cinta ini...
menjadi bagian dari identitasku yang tak semua orang mau pahami.
Bagi dunia, ia mungkin terlihat biasa-
tapi bagiku, ia adalah pengecualian,
satu-satunya tempat di mana aku bisa menjadi diriku sendiri
tanpa rasa takut.
Tuhan...
Izinkan aku, untuk terakhir kalinya,
menatap matanya tanpa terburu-buru.
Izinkan aku merasakan hangatnya pelukannya,
sebelum keadaan berkata lain,
sebelum jarak dan waktu memisahkan kami,
atau sebelum dunia memaksaku melepas
demi menjadi "normal" di mata mereka.
Karena aku tahu...
tidak semua cinta mendapatkan restu.
Tidak semua hati bisa disatukan meski saling menginginkan.
Tapi aku ingin, meski tak bisa memilikinya,
tetap menyimpannya di dadaku
sebagai cahaya yang akan selalu menuntunku.
Jika suatu hari aku harus berjalan sendirian,
maka aku akan membawa kenangan ini seperti api kecil-
api yang tak pernah padam,
yang akan terus menghangatkanku di malam-malam panjang
saat aku merindukan orang itu.