Derai lebat hujan menyerbu atap,menyeruak tak karuan memporak porandakan ketenangan. sehiruk ini sepayah ini. Dari kejauhan aku sudah melihat rumah mu. Dalam badai besar yang ganas,aku menatap ada pintu yang terbuka. Diujung sana,dirumah mu. kau ulurkan tangan,menyambutku hangat bagiku namun ternyata jemari membeku. Tiba² aku terhanyut,diserap suguhan tawamu,indah namun menusuk. Dan ketika itu aku sadar. Mata mu tak menatap ku. Tangan mu tak memeluk ku. Engkau hanya menerima belas kasih mu bukan karena aku tapi sebatas kebaikan mu. Ketika itu aku sudah terlanjur merangkai mimpi,ingin ku menua. diRumah ini,aku enggan mengakhiri badai. Hiya dengan egois aku berteduh dan dengan bodoh berpikir bahwa ini tidak baik,akan ada yang kehilangan kehangatan karena banjir,sekolah akan sepi anak² dibiarkan berdiam dirumahnya. Aku tak ingin kebodohan ku menghancurkan ku. kemudian aku memaksa pergi dari tempat mu yang ternyata lebih dingin,lebih menghancurkan daripada badai diluar sana. Aku pergi meski aku tak tahu sanggupkah aku bertahan diluar sana. Tetapi disini yang cukup hangat ternyata begitu mematikan. Aku pamit,aku pergi dari setiap derai. hiya ternyata disini bukan Rumah ku bukan kepunyaan ku maaf aku salah singgah.
1 part