"Cepat pakai bajumu, aku tunggu kamu diluar," tukas Aken, sembari berbalik badan dan keluar kamar.
Perasaan yang sulit dijelaskan, ada apa dengan kekasihnya. Hingga dia seperti itu sekarang. Napas terasa berat, desir hangat tiba-tiba menjalar di dalam sana.
Suara pintu membuatnya menoleh, kali ini Aken semakin tercengang. "Kamu kenapa memakai bajuku?"
"Tidak boleh?"
"Bukan begitu Fan, tapi ...."
"Semua celanamu terlalu besar, lagipula baju ini sudah seperti daster buatku." Aken melirik ke bagian paha, yang terbuka sebagian dari lutut ke bawah. Kaki jenjangnya yang mulus terlihat begitu menggoda.
"Sekarang cepat ganti bajumu, aku antar kamu pulang." Aken menarik tangan Fania, dan mengambil bajunya yang masih terletak di kamar mandi.
"Cepat ganti bajumu sekarang," perintah Aken, sembari menyodorkan sesetel pakaian milik Fania.
Perempuan itu melengos tak acuh, berjalan gontai ke arah ranjang.
"Aku mau sekalian tidur disini," ucap Fania dengan senyum tipis saat tubuhnya telah tengkurap di atas kasur. Membuat kaos bola yang sedang dipakainya tersingkap, menampakan lebih tinggi daerah paha atasnya. Aken semakin tak kuasa menahan, pemandangan indah terpampang di depannya. Adrenalin mulai meninggi, semakin jelas terasa, ada yang ngilu di bagian sana. Dia menelan cairan saliva di mulutnya, kemudian mengerjapkan mata untuk menyadarkan diri.
"Baiklah kalau kamu ingin beristirahat disini, aku bisa pergi. Nanti sore aku kembali," ucap Aken sembari melangkah ke arah pintu.
"Berhenti!" Fania berlari, lalu memeluk Aken dari belakang. Dan lagi, untuk pertama kalinya perempuan itu melakukan hal diluar nalarnya.
"Jangan pergi," lirihnya.
Aken perlahan memutar tubuh, melepaskan diri dari pelukan sang pacar, "Fania, ada apa denganmu? Apa yang terjadi? Ini bukan kamu yang kukenal, aku tau kamu tidak seperti ini. Jangan biarkan aku kalah melawan birahi, atau kamu sedang mengetesku?"