"Mereka yang mendapat anugerah jiwa, menyatu dan membentuk damai harmoni bagi dunianya. Bukan dunia mereka yang tidak mengerti beda raga dan sukma"
Sangfaisal Margadjiwamarda.
Anak yang terbangun mendengar jeritan, ia mendengarnya dengan kuping yang bukan dibentuk oleh Rahim, Rahim tidak pernah kenal dengannya, dan sebaliknya, ia tak mengenal Rahim, yang diagungkan pujangga roman abad gelap jaman dahulu. Ibunya menjerit ditengah malam, suaranya sangat dalam. Ini kali kedua puluh tiga dalam tahun ke tiga belas dalam hidupnya ia mendengar ibunya menangis seperti itu. Harusnya ia terbiasa, namun tidak akan pernah, ia akan mengutuk dirinya yang tidak peduli pada ibunya sendiri. Walau ia bukan darah daginngnya. Tidak diciptakan dari Rahimnya, ia hanya mengenal tabung yang membesarkannya. Yang ditembak pecah ibunya saat ini.
Ia mendengarnya bukan dari yang mengalami. melainkan membacanya dari arsip rahasia di ruang khusus pengarsipan terenkripsi milik akademi dengan banyak lembar-lembar berdata diri para akademisi. Ia hanya bisa menutupi mulutnya, agar isaknya tak terdengar kenama-mana. kakinya kehilangan kekuatan, ia jatuh bersimpuh. tangannya memegang lembaran demi lembaran arsip itu hingga kusut karena kuatnya,
"Bahkan Manusia pun menciptakanmu lewat tabung dan bukan dari diri. Bahkan kamu.... walau mengalami semua itu.... kau tetap tegar.... jika kau jadi engkau.... ahhh, tidak bisa. tidak mungkin aku jadi kau. jika begitu.. lantas kan pergi kemana kamu jika begitu?"
ia sembunyikan tahunya dari pasangannya itu. Arsip yang ia bacai, dibakar. biar tak seorang pun selainnya tahu. walau akademi mungkin tahu.
"Setidaknya, biarlah aku ikut memikul bebanmu tiu... Suga. Sangfaisal Argasuga, sebagai bentuk,--
Bahwa aku mencintaimu."