"Mas Abi, malam ini sepertinya sama saja seperti malam-malam kemarin."
"Kenapa? Kan, sudah punya suami, kok masih sama?"
"Suamiku sama saja seperti Abah, suka ceramah ...."
"Sabar Umi, Mas Abi, kan, bukan malaikat? Umi, kan, juga bukan malaikat ...."
"Benar Mas Abi, kita memang bukan sepasang malaikat, aku mengerti. Kita tidur saja, Mas. Nanti, kan, harus Tahajud."
Umi meraih bantalnya. Kulihat dia memejamkan mata. Wajahnya yang mulus begitu berseri. Namun, kala ini rona wajahnya telah hilang.
"Ah, maafkan aku Umi, bukan aku bermaksud cuek padamu, tapi seperti ini adalah caraku menepis rasa gugup, atas tanggung jawab baru yang harus ku emban."
Demikian bisik hatiku, semoga Umi juga memahamiku.
"Umi ...."
Kucoba untuk menegurnya. Tapi Umi sepertinya sudah tidur. Nafasnya begitu teratur. Kudekati dia lalu menutupi tubuhnya dengan selimut. Kemudian aku memberanikan diri memeluk erat tubuhnya.
Kembali ke masa lalu melalui novel yang di baca karena mengisi waktu luang? Terdengar fiksi memang namun itu nyata dan di alami oleh pemeran utama kita