Kisah ini dimulai dari sebuah surat yang dikirim Nabi SAW dari Quba, sebuah tempat yang berjarak sekitar lima mil dari kota Yatsrib. Surat itu dibawa oleh Harits bin Auf dari suku al-Laitsi, salah satu klan dari Bani Kinanah, untuk diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib. Isi surat itu menjelaskan tentang beberapa hal yang harus dilakukan Ali, yang berkaitan dengan urusan-urusan Nabi SAW dengan penduduk Mekkah yang belum sempat dituntaskan karena mendadak perintah Hijrah turun tepat di malam pengepungan yang direncanakan para pemuka kafir Quraisy untuk membunuh Nabi Muhamad SAW. Ali menggantikan tempat pembaringan Nabi di malam yang mengancam itu, siasat yang sukses mengelabui Khalid bin Walid dan puluhan petarung yang terlibat dalam rencana pembantaian. Bersama Abu Bakar, Nabi SAW bersembunyi di gua Tsur selama hari-hari pengejaran, dan melanjutkan perjalanan dengan berbagai rintangan dan ancaman yang tiada henti. Lalu keadaan menjadi lebih baik ketika Nabi singgah di desa Quba. Nabi tinggal selama lima belas hari, mengirim kurir ke Mekkah dan membangun masjid pertama, sambil menunggu rombongan Ali bin Abi Thalib dan para Fathimah tiba di Quba. Sungguh, perjalanan hijrah ke Yatsrib sangatlah sukar. Tak jarang para Muhajirin harus mempertaruhkan nyawa ketika para pemburu kafir Mekkah berhasil mengejar mereka, sebagaimana yang dialami Ali bin Abi Thalib di tengah padang gurun, tak jauh dari wilayah Dhajnan. Tentu saja, kesulitan ini bukanlah kesulitan yang terakhir. Sejarah mencatat perjalanan panjang Nabi SAW dan keluarga suci beliau, diwarnai duka derita dan air mata yang tak habis-habisnya. Namun air mata, luka, dan ancaman-ancaman kematian, tak menjadikan mereka menyerah kepada ketakutan atau apapun itu yang melemahkan kekuatan iman. Mereka tetap indah di dalam derita dan air mata, menyinari dunia ini dengan cahaya cinta dan kasih sayang abadi. Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad.
30 parts