Samar-samar suara ombak tertutupi suara siaran radio yang diputar Zabir. Alunan lagu melayu terdengar merdu walaupun samar, tapi cukup jelas untuk mengisi kekosongan malam di atas pos suar yang sunyi, dan dingin. Diiringi alunan musik melayu dari radio, ia kemudian mengambil kopi dari plastik yang ia bawa tadi, lalu menuangkanya dalam cangkir. Dan kemudian ia menyeduhnya. Wanginya mulai tercium, Zabir hanya tersenyum kecil, kemudian membawa cangkir kopinya ke meja pos suar. Zabir merebahkan tubuhnya di kursi besi, kakinya ia letakkan diatas meja baja tua, tangan kirinya ia letakkan diatas perutnya, sementara yang kanan memegangi sigaret yang ia nyalakan tadi. Sedikit demi sedikit rokok di tangan kanan Zabir mulai memendek, ia lalu menghisapnya lagi, kemudian ia menghembuskanya, lagi.
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?"
Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi.
Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berjuang sendiri melahirkan anaknya tanpa suami. Menjadi ibu tunggal bukanlah hal mudah, apalagi lambat laun sang anak selalu bertanya tentang keberadaan ayahnya.
"Mommy, Al selalu doa sebelum bobo. Diulang tahun Al yang ke 5 nanti, papa pulang terus bawain Al boneka dino."
Ibu muda itu hanya menangis, seraya memeluk anaknya. Lalu bagaimana jika ternyata sang ayah juga sebenarnya menginginkan Al.